PAU dan Penguatan Ekosistem Wakaf*

Iqtishodia Maret 2021

Irfan Syauqi Beik**

Salah satu terobosan penting yang dilakukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah mengkonsolidasikan perguruan-perguruan tinggi yang ada, khususnya yang memiliki program studi atau pusat studi terkait ekonomi dan keuangan syariah, untuk berhimpun dalam satu wadah yang bernama Pusat Antar Universitas (PAU) bidang perwakafan, atau disingkat dengan PAU Wakaf. PAU Wakaf ini resmi diluncurkan oleh Ketua BWI Prof Mohammad Nuh di kampus UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung pada hari Kamis, 18 Maret 2021. Selain PAU Wakaf, pada saat yang sama juga telah diluncurkan BWI Working Paper Series (BWPS), sebagai media publikasi gagasan, pemikiran dan riset wakaf kontemporer, dan Indeks Wakaf Nasional (IWN) sebagai alat ukur pengelolaan wakaf nasional.

Peluncuran PAU Wakaf ini memiliki arti yang sangat penting dalam memperkuat ekosistem wakaf nasional yang tengah dikembangkan oleh BWI saat ini. Ini dikarenakan posisi perguruan tinggi sebagai salah satu stakeholder strategis dalam gerakan wakaf nasional. Kehadiran PAU Wakaf diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan edukasi wakaf masyarakat, sehingga kesadaran masyarakat untuk berwakaf semakin meningkat. Paling tidak, ada empat fokus utama yang melandasi program-program PAU Wakaf ke depan.

Pertama, keberadaan PAU diharapkan dapat memfasilitasi pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang perwakafan, baik pada aspek pendidikan, penelitian, maupun pengabdian masyarakat. Pada sisi pendidikan, PAU Wakaf diharapkan dapat ikut membantu program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dikembangkan di kampus-kampus, melalui program atau kegiatan pendidikan yang dapat dikonversi menjadi SKS para mahasiswa di kampus.

Demikian pula halnya dengan penelitian, dimana PAU Wakaf diharapkan dapat menjadi hub yang menghubungkan antara peneliti di satu kampus dengan peneliti di kampus lainnya, untuk dapat berkolaborasi menghasilkan penelitian yang bermanfaat dalam pengembangan wakaf nasional. PAU bisa menjadi tempat pertukaran ide dan gagasan penelitian diantara para anggotanya. Sementara pada aspek pengabdian masyarakat, PAU Wakaf diharapkan dapat menjadi laboratorium praktik dan implementasi konsep wakaf pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti bagaimana mempraktikkan konsep wakaf produktif di sektor pertanian kepada masyarakat desa sehingga memberikan dampak pada penguatan sektor pertanian di pedesaan.

Kedua, fokus PAU Wakaf adalah pada knowledge production, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan produksi pengetahuan, khususnya dalam melahirkan beragam teori dan ilmu baru di bidang perwakafan yang diharapkan dapat menjadi referensi dunia. Belajar dari kesuksesan zakat melalui Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS yang mampu melahirkan banyak pengetahuan dan teori baru di bidang perzakatan, keberadaan PAU Wakaf diharapkan juga mampu memerankan hal tersebut, menjadi hub dalam memproduksi pengetahuan baru di bidang wakaf. Bukan sekedar baru, namun juga aplikatif dan high impact terhadap sistem perwakafan nasional.

Hal ini dapat dicapai ketika PAU Wakaf mampu mendorong para anggotanya untuk melakukan berbagai kajian dan kegiatan inovatif yang mengarah pada lahirnya teori dan pengetahuan wakaf yang baru. Dengan kata lain, PAU Wakaf ini diharapkan bisa menghasilkan high impact knowledge. Oleh karena itu, peluncuran Indeks Wakaf Nasional diharapkan menjadi semangat baru dalam knowledge production ini. IWN adalah alat ukur pengelolaan wakaf yang pertama di dunia.

Ketiga, keberadaan PAU Wakaf diharapkan dapat memperkuat proses transformasi digital dan pengembangan sistim database perwakafan yang saat ini tengah dikembangkan oleh BWI. Transformasi digital adalah kebutuhan dasar dunia wakaf hari ini. Di tengah perubahan kondisi masyarakat yang semakin dekat dengan kehidupan digital, maka sektor perwakafan harus mampu beradaptasi melalui pengembangan digitalisasi yang mampu mengakomodasi proses bisnis pengelolaan wakaf. Misalnya, bagaimana mengembangkan e-services dalam hal pendaftaran nazir dan pendataan aset-aset wakaf, dan mengembangkan saluran digital fundraising dalam pengumpulan wakaf uang. Intinya, melalui digitalisasi ini diharapkan ada peningkatan kualitas ekosistem wakaf yang tengah dibangun BWI.

Sedangkan terkait database, maka proses digitalisasi yang dilakukan diharapkan dapat menjadi jalan penyediaan data yang diperlukan. Salah satu kelemahan pengelolaan wakaf hari ini antara lain terletak pada ketersediaan data yang valid dan reliable sebagai referensi publik, termasuk referensi penelitian. Karena itu, pembenahan basis data melalui digitalisasi ini menjadi program yang sangat penting dan strategis.

Keempat, fokus PAU Wakaf adalah pada penguatan advokasi dan literasi wakaf. Pada sisi advokasi, PAU Wakaf diharapkan dapat memberikan berbagai input dan masukan yang berharga terhadap penguatan regulasi dan kebijakan wakaf di Indonesia, termasuk evaluasi terhadap regulasi yang telah dijalankan selama ini. Sementara pada sisi literasi, PAU Wakaf diharapkan dapat memperkuat diseminasi informasi perwakafan, termasuk penyebarluasan produk-produk pengetahuan baru kepada masyarakat, agar literasi publik semakin meningkat. Peningkatan literasi ini diyakini akan membuat optimalisasi potensi wakaf bisa dilakukan dengan lebih baik. Wallaahu a’lam.

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, 25 Maret 2021

**Penulis adalah Ekonom Syariah FEM IPB dan Anggota BWI

13th International Conference on Islamic Economics & Finance

Brochure-of-13th-ICIEF and 7th-IIMEFC 2021 FINAL ED

Joint Conference
The 13th International Conference on Islamic Economics and Finance and The 7th International Islamic Monetary Economics and Finance
“Strengthening Islamic Economy and Financial System in the Post Pandemic Era, Digitalization and Sustainability”
25th – 27th October, 2021
CONFERENCE CONTEXT
The COVID-19 pandemic has been affecting the global economy since 2020, with a series of stimulus, economic aid packages, and other policy responses implemented by governments to combat the spread of the disease and to survive the recession. The unprecedented event serves as momentum to rethink an economic system that is stable, resilient, inclusive, and sustainable, along with a strong social safety net system. Rapid digital transformation supported by the rise of the sharing and collaborative economy has also contributed to a more effective and efficient resource allocation. This development has shaped a new normal for the global Islamic economy, which requires breakthrough initiatives and innovations to strengthen the ecosystem of the Islamic economy that synergizes Islamic finance, Islamic social finance, halal industries, and Islamic businesses, to achieve inclusive, resilient, and sustainable growth.
CONFERENCE PURPOSE
The purpose of this “Call for Papers” is to serve as the avenue for some alluring areas and questions in the field of Islamic economics and finance and to list and reiterate the topics that arise from the development of the global Islamic economy in an environment of new normal and digital transformation. The join 13th International Conference on Islamic Economics and Finance (13th-ICIEF) AND 7th International Islamic Monetary Economics and Finance Conference (7th-IIMEFC) will provide an ideal platform for dialogue and discussion among the practitioners, academics, higher degree students, researchers, as well as the policymakers around the world. The aim is to discuss issues with respect to strengthening the ecosystem of the Islamic economy in the new normal, within the Islamic economics and finance frameworks.
THE THEMES
The Sub-themes of the conference cover but not limited to the followings:
1. New Normal, Digital Transformation, and Islamic Economy
2. Halal Economy for Organic Growth Towards Global Value Chain
3. Islamic Social Finance and Innovations for Productive Economy and Poverty Alleviation
4. Islamic Finance Development and Breakthrough Innovations
5. Risk Sharing Economy for Stability and Resiliency
6. Islamic Entrepreneurship, MSMEs, and Start-ups in Smart Economy
7. Islamic Economy and Sustainability
8. Green Economy, Circular Economy, Business and Clean Technologies
9. Institutions and Islamic Economy
10. Global Talent Development for the Digital Age in Multi Sectors of Islamic Economy
BEST PAPER AWARDS
There will be Best Papers Awards with prize money.
• Papers accepted for publication in JIMF (Journal of Islamic Monetary Economics and Finance) will be rewarded IDR 15.000.000
• Papers accepted for publication in IJAZ (International Journal of Zakat) will be rewarded IDR 1.500.000
SUBMISSION
Kindly submit your submissions directly to the following Website address:
IMPORTANT DATES
Registration and Submission Open: 1st March 2021
Deadline for Submission of Final Papers: 1st August 2021
Acceptance Notification of Accepted Paper: 25th September 2021
Conference Dates : 25th-27th October 2021
FREE REGISTRATION FEE

Riset dan Gerakan Wakaf

Irfan Syauqi Beik*

Sebagaimana diketahui bersama bahwa wakaf merupakan instrumen ekonomi keuangan sosial Islam yang memiliki potensi yang sangat besar. Namun demikian, hingga saat ini, antara potensi dengan realisasi yang ada masih terdapat kesenjangan yang sangat besar. Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk meminimalisir gap diantara keduanya. Salah satunya adalah dengan melakukan penguatan dari sisi riset. Diyakini, riset yang berkualitas akan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas pengelolaan wakaf. Demikian pula sebaliknya, riset yang tidak berkualitas hanya akan memperparah situasi yang ada. Untuk itu, riset ini merupakan instrumen yang perlu dikelola dengan baik dan mendapatkan perhatian khusus.

Terkait dengan hal tersebut, maka perlu diperkuat riset wakaf yang dapat menjangkau tiga ranah utama, yaitu penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied research) dan penelitian yang berorientasi pada penguatan kebijakan (policy research). Dalam konteks basic research, desain riset yang dilakukan harus mampu menghadirkan berbagai teori baru yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan keilmuan wakaf. Sementara dalam applied research, desain riset yang dilakukan harus mampu mendorong peningkatan profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan wakaf sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kelembagaan nazir yang ada.

Adapun terkait policy research, maka riset-riset yang dilakukan diharapkan dapat memberikan input yang tepat bagi perumusan kebijakan perwakafan yang dapat menghadirkan kemaslahatan publik yang lebih besar. Kebijakan yang bukan hanya mampu mendekatkan antara potensi dan realisasi wakaf, namun juga mampu memperkuat ekosistem perwakafan nasional. Riset kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan panduan di dalam proses pengambilan keputusan yang dibutuhkan dalam pengembangan ekosistem wakaf nasional.

Namun demikian, Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyadari bahwa untuk memperkuat ketiga ranah penelitian tersebut diperlukan adanya kolaborasi berbagai pihak, khususnya dengan kalangan perguruan tinggi. BWI tidak bisa sendirian dalam melahirkan berbagai macam riset wakaf yang kompatibel dengan kebutuhan zaman. Terlalu berat jika harus ditangani sendiri. Karena itu, penataan hubungan kerjasama antara BWI dengan kampus menjadi sangat penting.

Jika melihat perjalanan gerakan zakat sebagai pembanding, maka pencapaian kemajuan yang diraih gerakan zakat dalam lima tahun terakhir, tidak bisa dilepaskan dari dukungan riset yang berkualitas. Produksi riset yang dilakukan BAZNAS melalui Pusat Kajian Strategisnya, ternyata mampu memberikan warna tersendiri dalam gerakan zakat nasional, yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai referensi utama pengelolaan zakat dunia saat ini. Begitu banyak terobosan yang telah dihasilkan melalui pendekatan riset yang efektif.

Diantara terobosan itu adalah lahirnya berbagai alat ukur yang mampu memperkuat pengelolaan zakat dari berbagai sisi. Indeks Zakat Nasional (IZN) misalnya, mampu menjadi instrumen yang dapat memotret kinerja sistim perzakatan nasional, baik dari sisi makro maupun dari sisi mikro. Demkian pula dengan Indeks Kepatuhan Syariah OPZ yang mampu menjawab pertanyaan mengenai aspek kesesuaian syariah dari praktik OPZ yang ada di lapangan. Kepatuhan terhadap syariah menjadi hal yang sangat penting bagi institusi yang mendapat mandat untuk mengelola zakat.

Selain itu, ketika BAZNAS mengembangkan konsep zakatnomics, yang didasarkan pada empat pilar utama, yaitu keimanan/spiritualitas, produktivitas, keadilan ekonomi, dan kelembagaan ZISWAF, yang kemudian keempatnya diukur secara khusus dalam Indeks Pembangunan Zakatnomics, maka hal tersebut telah menciptakan arus pemikiran baru yang sangat kokoh dalam pengembangan ilmu perzakatan yang ada.

Pendeknya, kajian-kajian yang dilakukan telah memberikan implikasi terhadap aspek keilmuan, kelembagaan, dan sistim zakat secara keseluruhan. Inilah diantara bentuk-bentuk inovasi dan terobosan yang membuat posisi Indonesia hari ini sangat kokoh sebagai pemimpin gerakan zakat dunia.

Belajar dari keberhasilan gerakan zakat tersebut, maka gerakan wakaf, yang notabene merupakan adik kandung dari gerakan zakat, perlu untuk terus menerus membenahi dirinya. Disinilah pentingnya menata kajian-kajian wakaf yang ada, agar dampak secara keilmuan dan secara sistim perwakafan, bisa semakin signifikan.

Karena itu, opsi kolaborasi dengan kampus dalam bentuk pendirian dan pengembangan PAU (Pusat Antar Universitas) sebagai media kolaborasi dan sharing resources, menjadi pilihan yang tepat dalam kondisi hari ini. Melalui kolaborasi ini diharapkan ada interaksi yang kuat antara sisi keilmuan dengan sisi praktik dan sisi regulasi. Kita berharap bahwa interaksi yang nantinya terbangun ini, bisa memberikan pengaruh positif terhadap upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sistim wakaf nasional. Semoga. Wallaahu a’lam.

*Penulis adalah Ekonom Syariah FEM IPB dan Anggota BWI

 

Sumber: Rubrik Iqtishodia Republika 25 Februari 2021