Pengaruh Literasi Wakaf Terhadap Minat Membeli CWLS

Rubrik Iqtishodia Republika, Jumat 23 Februari 2024

Pengaruh Literasi Wakaf Terhadap Minat Membeli CWLS

Hasil dari CWLS Retail akan digunakan untuk mendanai berbagai proyek sosial yang beragam.

M Bintang Awangsyah, Ranti Wiliasih

 

Wakaf memiliki peran penting dalam perekonomian. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2001, wakaf didefinisikan sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan secara abadi atau dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, untuk kepentingan ibadah dan/atau kesejahteraan umum.

Wakaf menjadi instrumen penting yang berfungsi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui konsep elemen ukhuwah (persaudaraan), birr (kebajikan), dan ihsan (kebaikan) (Nisa 2017). Selanjutnya, dalam evolusi penerapan wakaf, instrumen wakaf berkembang menjadi wakaf produktif, termasuk di dalamnya wakaf uang yang dikenal sebagai wakaf produktif yang bersifat fleksibel.

Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2022, wakaf uang dapat berbentuk uang tunai atau surat berharga, dengan nilai pokok yang dijaga agar tidak dapat diperjualbelikan, diwariskan, atau dihibahkan. Ini merupakan langkah penting dalam memperluas penggunaan wakaf dalam mendukung kegiatan ekonomi syariah dan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.

Dalam upaya mewujudkan program wakaf yang produktif, Badan Wakaf Indonesia (BWI) bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengembangkan instrumen wakaf yang baru, dikenal sebagai Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS).

CWLS retail merupakan subprogram yang dapat diikuti oleh individu, yaitu dengan jumlah minimum pemesanan satu juta rupiah. CWLS juga merupakan bentuk investasi sosial di mana wakaf uang yang terkumpul oleh Badan Wakaf Indonesia sebagai nazhir melalui kerja sama dengan Bank Syariah Indonesia dan Bank Muamalat sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU), akan dikelola dan ditempatkan dalam instrumen Sukuk Negara atau SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yang diterbitkan oleh Kemenkeu.

Hasil dari CWLS Retail akan digunakan untuk mendanai berbagai proyek sosial yang beragam, seperti pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), program kesehatan, pemberian beasiswa pendidikan, pengembangan hunian yang baik (wakaf hunian hasanah), penyediaan alat pelindung diri bagi tenaga medis, serta pembiayaan pengobatan bagi kalangan dhuafa. Semua ini merupakan bagian dari upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang lebih luas.

Peluncuran CWLS pertama kali dilakukan pada 14 Oktober 2018 dan seri pertamanya berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 50,84 miliar. Proses ini memakan waktu sekitar 1,5 tahun hingga diterbitkan pada 10 Maret 2020. Kemudian, pembelian berikutnya dalam CWLS seri SWR001 berhasil menghimpun dana sebesar Rp 14,91 miliar pada 24 November 2020.

Namun, dengan potensi yang seharusnya lebih besar, perolehan dana dari CWLS masih tergolong rendah. Penting untuk dicatat bahwa pada 24 November 2020, dana wakaf dari CWLS retail seri SWR001 telah berhasil terkumpul dengan jumlah sekitar Rp 14,91 miliar, yang berasal dari kontribusi dari 1.041 wakif.

Capaian itu berasal dari pesanan yang datang dari berbagai penjuru Indonesia, melibatkan pemesan dari 27 provinsi di seluruh negeri. Dari seluruh provinsi, DKI Jakarta terlihat sebagai salah satu yang paling berkontribusi, dengan jumlah pemesanan terbesar sebesar Rp 6,28 miliar.

Namun, berdasarkan (BWI 2020) Indeks Literasi Wakaf (ILW) DKI Jakarta merupakan ketiga terendah dengan skor 36,71 poin. Bahkan, Indeks Literasi Wakaf (ILW) DKI Jakarta masih lebih rendah diandingkan beberapa daerah dengan populasi mayoritas non-Muslim, seperti provinsi Papua yang memiliki skor 64,04 poin dan provinsi Bali dengan skor 62,49 (BWI 2020).

Pertanyaannya apakah literasi tidak berpengaruh terhadap pembelian sukuk? Untuk membuktikan ini dilakukan penelitian di DKI Jakarta, yaitu melihat pengaruh literasi terhadap intensi membeli sukuk. Responden penelitian adalah mereka yang beragama Islam, berdomisili atau tinggal di DKI Jakarta, belum pernah membeli Cash Waqf Linked Sukuk dan mengetahui/pernah mendengar Cash Waqf Linked Sukuk.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan disimpulkan bahwa variabel literasi wakaf dasar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi untuk membeli Cash Waqf Linked Sukuk. Mujakir dan Hidayatulloh (2022) menyimpulkan bahwa literasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap minat berwakaf uang.

Penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Osman (2012) yang menemukan bahwa literasi memainkan peran penting dalam memotivasi individu untuk berwakaf. Akan tetapi, hasil yang berbeda ditemukan pada hubungan antara literasi wakaf lanjutan dan intensi untuk membeli Cash Waqf Linked Sukuk.

Literasi wakaf lanjutan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap intensi pembelian. Penjelasan ini sejalan dengan laporan survei literasi wakaf nasional yang menempatkan Provinsi DKI Jakarta pada peringkat ke-28 dalam indeks literasi wakaf lanjutan dengan skor 30.36, yang berada dalam kategori rendah.

Meskipun DKI Jakarta merupakan pemesan CWLS retail terbesar, data dari Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan ketimpangan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan di provinsi ini. Secara umum, literasi keuangan di DKI Jakarta mencapai 52,99 persen, sedangkan inklusi keuangan mencapai 96,62 persen. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa masyarakat DKI Jakarta sudah lebih banyak yang melek investasi atau survei literasi keuangan tidak mewakili populasi yang sebenarnya.

Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Asuransi Syariah

Rubrik Iqtishodia Republika, Jumat 23 Februari 2024

Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Asuransi Syariah

Asuransi syariah merupakan upaya saling melindungi, saling menanggung risiko, dan tolong menolong satu sama lain.

Marhamah Muthohharoh

 

Pernahkah para pembaca beramai-ramai sekeluarga mengumpulkan uang ketika ada sanak saudara yang sakit? Pernahkah para pembaca beramairamai‘patungan’ ketika ada teman atau kolega yang meninggal dunia? Atau pernahkan para pembaca mengalami musibah, lalu dibantu secara materi beramai-ramai oleh saudara, tetangga, atau teman?

Paling tidak satu di antara 10 penduduk Indonesia rasanya pernah mengalami atau melakukan hal-hal tersebut. Lantas, bagaimana jika uang yang dikumpulkan untuk membantu satu sama lain itu dikelola oleh suatu lembaga atau perusahaan yang hasil pengelolaannya kemudian digunakan kembali untuk membantu satu sama lain? Nama lembaga itu adalah perusahaan asuransi syariah.

Beramai-ramai membantu, tolongmenolong, dan bergotong royong merupakan ciri khas yang melekat erat dalam karakteristik dan kehidupan masyarakat Indonesia. Mengutip Maulana Irfan dalam “Crowdfunding Sebagai Pemaknaan Energi Gotong Royong Terbarukan” (2017), praktik gotong royong telah ada sejak lama di berbagai daerah di Indonesia.

Masyarakat mengenal istilah lain dari gotong royong, seperti sambatan, gentosan (gantian), gugur gunung, alang tulung, ngayah, tetulong layat, dan lainlain. Gotong royong menunjukkan hubungan sosial yang kuat antar individu dengan saling membantu demi kepentingan bersama. Dalam gotongroyong, setiap orang berkomitmen untuk saling mendukung dan bekerja sama tanpa pamrih.

Nilai kerja sama, gotong royong, saling membantu dan tolong-menolong di antara masyarakat Indonesia sejalan dengan nilai-nilai kebaikan dalam Islam. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Seorang Muslim dengan Muslim yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada saudaranya yang Muslim. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang Muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak”

Tidak hanya itu, Allah SWT dalam firman-Nya juga telah menyuruh umatnya untuk tolong-menolong, terutama dalam kebaikan, sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Maidah ayat 2: “Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Perkembangan asuransi syariah di Indonesia tentu tak lepas dari perkembangan ekonomi dan keuangan syariah itu sendiri. Asuransi syariah di Indonesia hadir sejak tahun 1994, berselang tiga tahun saja sejak didirikannya bank syariah pertama di Indonesia. Pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia (Takaful Indonesia) pada 24 Februari 1994, menjadi tonggak sejarah dalam industri asuransi berbasis syariah di Indonesia.

Lalu, pada 5 Mei 1994, Takaful Indonesia mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga (Takaful Keluarga), yang bergerak di bidang asuransi jiwa syariah, dan PT Asuransi Takaful Umum (Takaful Umum) yang bergerak di bidang asuransi umum.

Dari sisi hukum, perkembangan asuransi syariah di Indonesia didukung dengan terbitnya fatwa DSN MUI 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa tersebut didukung dengan penerbitan fatwa lainnya terkait asuransi syariah, seperti Fatwa Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah. Ada juga fatwa Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.

Asuransi syariah juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Peraturan-peraturan yang sudah ada kemudian diperkuat dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Terbitnya undang-undang tersebut menjadi isyarat bahwa penyelenggaraan asuransi syariah di Indonesia secara resmi diakui dan terikat oleh hukum.

Pada tataran teknis, penyelenggaraan asuransi syariah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/POJK.05/2020 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Sejak pendiriannya, asuransi syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, ditandai dengan jumlah industri syariah yang mencapai 15 unit dan perusahaan paket investasi syariah sejumlah 43 unit per April 2023, merujuk pada data Statistik IKNB Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Aset asuransi syariah yang berasal dari asuransi jiwa syariah, asuransi umum syariah, reasuransi syariah secara total mencapai Rp 45,7 triliun dengan aset produktif sebesar Rp 36,6 triliun pada periode yang sama.

Gotong royong dalam asuransi syariah baik asuransi syariah maupun asuransi konvensional, keduanya merupakan upaya untuk meminimalkan dampak atau risiko dari terjadinya kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Namun, asuransi syariah tentunya berbeda dengan asuransi konvensional.

Asuransi konvensional menerapkan prinsip transfer of risk, yakni pemindahan risiko dari tertanggung (pemegang polis) kepada penanggung (perusahaan asuransi). Sedangkan prinsip yang digunakan pada asuransi syariah adalah sharing of risk, yakni saling menanggung risiko antara satu peserta asuransi syariah dan peserta lainnya.

Menurut fatwa DSN MUI 21/DSNMUI/X/2001, asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’, yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Pengelolaan asuransi syariah didasarkan pada praktik takaful di mana peserta saling membantu dan saling menanggung risiko. Salah satu akad yang digunakan adalah tabarru’. Tabarru secara bahasa diartikan sebagai derma, sumbangan, atau hibah. Arti yang lebih luas, tabarru’ berarti melakukan suatu kebaikan tanpa persyaratan (Witasari dan Abdullah, 2014).

Tabarru’ merupakan kontribusi sukarela yang diberikan oleh peserta asuransi syariah untuk membantu peserta lain yang mengalami kerugian akibat musibah atau risiko tertentu. Tabarru’ inilah yang menjadi pembeda yang signifikan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.

Pada asuransi syariah, dana yang digunakan untuk pembayaran klaim asuransi berasal dari dana tabarru’. Adanya pembedaan antara dana peserta dan dana tabarru’ menyebabkan tidak adanya dana hangus pada asuransi syariah, berbeda dengan asuransi konvensional.

Merujuk OJK, selain tabarru’, dalam asuransi syariah juga digunakan akad tijarah (mudharabah), akad wakalah bil ujrah, dan akad mudharabah musytarakah.

Selain akad tabarru’, terdapat hal lain yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syariah terdapat pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertanggung jawab memastikan transaksi pada asuransi syariah sudah sesuai dengan prinsip syariah.

Berbeda dengan asuransi konvensional di mana keuntungan pengelolaan dana diberikan sepenuhnya kepada perusahaan, keuntungan dari pengelolaan dana asuransi syariah dibagi secara merata kepada semua peserta. Pada asuransi syariah, surplus underwriting juga akan dibagi secara prorata kepada para peserta.

Sementara itu, asuransi konvensional tidak memberlakukan pengembalian dana keuntungan. Pada asuransi syariah, seluruh peserta asuransi memiliki kepemilikan bersama atas dana premi atau kontribusi, sementara perusahaan hanya bertugas sebagai pengelola dana asuransi. Ini tentunya berbeda dengan asuransi konvensional, di mana perusahaan yang menjadi pemilik atas dana premi dan dapat menggunakannya sesuai kesepakatan awal.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah lebih dari sekadar meminimalkan dampak atau risiko, tapi juga merupakan upaya saling melindungi, saling menanggung risiko, dan saling menolong satu sama lain, khususnya di antara sesama peserta asuransi syariah.

Tentunya hal ini bukan suatu hal yang baru bagi masyarakat Indonesia yang senang menolong satu sama lain, bahkan bergotong royong dalam membantu sesama. Nilai kearifan lokal yang melekat erat pada karakteristik dan kehidupan masyarakat Indonesia.

Indonesia, sebagai negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia, merupakan pasar yang menjanjikan bagi industri asuransi syariah. Namun kenyataannya, jauh panggang dari api. Merujuk pada Statistik IKNB Syariah OJK per April 2023, penetrasi asuransi syariah di Indonesia hanya 0,13 persen. Angka itu pun menurun dari 0,139 persen pada April tahun sebelumnya. Rendahnya penetrasi asuransi syariah di Indonesia tidak terlepas dari rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap keuangan syariah yang hanya mencapai 9,14 persen pada tahun 2022, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi (SNLKI) yang dilaksanakan OJK. Sementara, indeks literasi keuangan konvensional mencapai 49,68 persen.

Selain itu, persepsi masyarakat terhadap asuransi secara umum juga berdampak pada rendahnya penetrasi asuransi syariah di Indonesia. Tidak dapat dimungkiri bahwa asuransi memiliki citra yang tidak cukup baik di masyarakat disebabkan adanya beberapa kejadian, seperti kasus dugaan penipuan asuransi. Belum lagi proses klaim yang sulit dan uang yang hangus padahal sudah membayar premi yang mahal.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, alangkah baiknya jika masyarakat dapat memperhatikan hal-hal berikut sebelum menggunakan asuransi syariah. Pertama, memastikan bahwa perusahaan asuransi syariah sudah terdaftar secara resmi di OJK.

Kedua, memilih perusahaan asuransi syariah dengan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, mempelajari dan memahami besaran premi atau kontribusi beserta manfaat yang ditetapkan serta persyaratan klaim yang disyaratkan

Keempat, memilih perusahaan asuransi syariah yang memiliki reputasi yang baik dan rekanan dengan lembagalembaga kesehatan yang berkualitas. Dalam memilih asuransi syariah, tentunya akan lebih baik jika meniatkan memberikan dana tabarru’ untuk saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah jika ada yang terkena musibah. Sehingga tidak hanya berasuransi, tetapi juga sembari berbuat baik tolong-menolong satu sama lain.

Strategi Penghimpunan Wakaf Uang Melalui Bank Syariah

Rubrik Iqtishodia Republika, Kamis 22 Februari 2024

Strategi Penghimpunan Wakaf Uang Melalui Bank Syariah

Diperlukan strategi khusus dalam menangani kesenjangan antara potensi wakaf dan realita lapangan.

Atikah Nurul Izzah, Neneng Hasanah, Yekti Mahanani

 

Wakaf merupakan salah satu instrumen keuangan Islam yang sudah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Jenis objek yang boleh diwakafkan dibagi menjadi dua, yaitu benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan dan jenis lainnya. Adapun benda bergerak seperti uang atau dapat disebut wakaf tunai.

Mekanisme wakaf tunai di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Wakaf No 41 Tahun 2004. Wakaf uang dibayarkan oleh wakif melalui bank syariah yang ditunjuk sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU) atas nama nazhir. LKS-PWU berkewajiban untuk mengumumkan keberadaannya kepada publik, menyediakan sertifikat wakaf uang, dan menerima titipan (wadi’ah) wakaf uang dari wakif atas nama nazir (BWI 2021).

Selanjutnya, nazir mengelola harta wakaf untuk dimanfaatkan investasi bisnis yang menghasilkan keuntungan. Keuntungan tersebut akan diberikan kepada mauquf‘alaih dan dialirkan pada program bermanfaat dan diberikan kepada yang membutuhkan. Oleh karena itu, wakaf tunai biasanya merujuk pada cash deposit di lembaga-lembaga keuangan seperti bank yang biasanya diinvestasikan pada profitable business activities (BWI 2020).

Badan Wakaf Indonesia pada tahun 2021 mengemukakan bahwa wakaf uang diprediksi dapat terhimpun hingga Rp 180 triliun per tahunnya. Namun, faktanya akumulasi penghimpunan wakaf uang nasional yang terdiri atas wakaf uang dan wakaf melalui uang hanya terkumpul sebesar Rp 831 miliar, di mana LKS-PWU hanya berkontribusi sebesar 11,11 persen dari total pengumpulan. Diperlukan strategi khusus dalam menangani kesenjangan antara potensi wakaf dan realita lapangan.

Bank Syariah Indonesia (BSI) adalah salah satu bank syariah terbesar di Indonesia berperan besar dalam kemajuan wakaf uang di Indonesia. BSI ditunjuk sebagai LKS-PWU pada tahun 2022.

Bank tersebut tidak hanya menjalankan kegiatan bisnis saja, tetapi menunjukkan keseriusannya dalam industri keuangan syariah dengan menyusun Rencana Jangka Panjang BSI (Corporate Planning) 2021-2025. Dalam rencana tersebut, BSI ingin menyelaraskan struktur organisasi yang berfokus pada pengembangan Islamic Ecosystem Solution dengan menjadi mitra keuangan nomor satu untuk umat Muslim Indonesia melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

BSI juga bekerja sama dengan Bangun Sejahtera Indonesia Maslahat dalam menyediakan platform daring bagi masyarakat untuk berwakaf dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengumpulan dan pengelolaan wakaf tunai.

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis langkah strategi yang diperlukan untuk mengoptimalkan pengelolaan wakaf uang. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang digunakan untuk menyusun analisa SWOT yang terdiri atas kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), ancaman (threat), dan strategi. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada para pakar dan praktisi yang memiliki pemahaman mengenai peran bank syariah dalam wakaf uang dilanjutkan dengan pengisian kuesioner oleh responden.

Adapun sumber data sekunder didapatkan berdasarkan dokumen, studi literatur, data dari pemerintahan, dan jurnal ilmiah yang relevan dengan penelitian. Hasil dari indepth interview pada pakar, praktisi, dan akademisi kemudian digunakan untuk membuat model dalam metode Analytic Network Process (ANP).

Strategi penghimpunan wakaf di BSI selain untuk komersial, Bank Syariah Indonesia memiliki fungsi sosial sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Dalam penelitian ini, diperlukan identifikasi empat elemen analisis, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari BSI sebagai LKS PWU.

Penyusunan elemen analisis ini didasarkan pada studi literatur serta wawancara mendalam dengan pakar dan praktisi yang ahli di bidangnya. Selanjutnya, perumusan strategi optimalisasi penghimpunan wakaf uang oleh Bank Syariah Indonesia dilakukan dengan mempertimbangkan keempat kriteria tersebut.

Prioritas strategi berdasarkan strategi yang dirumuskan, pembobotan nilai prioritas dilakukan pada elemen strategi. Nilai prioritas strategi didapatkan dari perhitungan geometric mean dan kesepakatan dari para responden (rater agreement) yang dapat dilihat dari nilai W masing-masing elemen.

Prioritas utama dari strategi optimalisasi wakaf uang oleh Bank Syariah Indonesia adalah promosi dan sosialisasi wakaf uang yang lebih masif kepada nasabah Bank dan masyarakat luas dengan nilai geometric mean sebesar 0.28510. Kesepakatan responden yang dihitung dari nilai rater agreement menghasilkan nilai W sebesar 0,1346 yang berarti bahwa sebesar 13,46 persen sepakat dengan hasil prioritas tersebut dan sisanya memiliki pilihan yang variatif.

Implementasi wakaf uang di Bank Syariah Indonesia ialah bank merupakan Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) bertugas menghimpun dana wakaf uang dari wakif dalam bentuk titipan (wadi’ah) yang kemudian akan dikelola oleh mitra strategisnya yakni BSI Maslahat dan nazhir lainnya. Terdapat tiga layanan wakaf utama di BSI, yaitu Wakaf Uang Selamanya, Wakaf Uang Temporer, dan Wakaf Melalui Uang.

Aspek kekuatan yang menempati prioritas utama adalah bank syariah memiliki banyak mitra nazir pengelola yang profesional. Aspek kelemahan yang menempati prioritas pertama adalah kurangnya pemahaman karyawan bank syariah tentang wakaf. Aspek peluang yang paling prioritas adalah populasi penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Sedangkan, aspek ancaman yang paling prioritas adalah kurangnya literasi masyarakat tentang kewenangan Bank Syariah sebagai LKS-PWU.

Adapun langkah konkret yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan penghimpunan wakaf uang di Bank Syariah Indonesia berdasarkan urutan prioritas adalah promosi wakaf uang yang lebih masif kepada nasabah bank dan masyarakat luas, peningkatan kompetensi nazir agar program lebih produktif dan inovatif, program literasi wakaf uang untuk karyawan bank syariah dan masyarakat, bank syariah memaksimalkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk penghimpunan yang lebih optimal.

Berdasarkan pentingnya peran Bank Syariah Indonesia sebagai salah satu LKS-PWU, saran yang dapat diberikan para stakeholder baik itu Bank Syariah Indonesia, pemerintah maupun institusi wakaf uang lainnya adalah hendaknya bersinergi untuk melakukan promosi wakaf uang yang lebih masif kepada seluruh lapisan masyarakat.

Hal tersebut dapat dilakukan secara online dengan memanfaatkan media sosial seperti web platform, Instagram, Youtube, Tiktok, dengan pembuatan konten yang menarik. Selain itu, promosi juga dapat dilakukan secara offline melalui seminar atau kajian, nasabah yang datang ke kantor cabang, dan forum majelis taklim di daerah-daerah.

Biaya Kuliah dan Peran Keuangan Sosial Islam

Rubrik Iqtishodia Republika, Kamis 22 Februari 2024

Biaya Kuliah dan Peran Keuangan Sosial Islam

Dampak buruk dari mahalnya biaya pendidikan tinggi adalah makin lebarnya kesenjangan.

Ahmad Syahirul Alim, Muhammad Anhar

 

Pendidikan tinggi memainkan peran penting dalam upaya memberantas kemiskinan karena melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten dalam berbagai bidang. Hal itu menjadi alasan akan pentingnya perluasan aksesibilitas untuk pendidikan tinggi dalam upaya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan peluang yang setara bagi semua individu.

Akses pendidikan tinggi di Indonesia telah mengalami kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, terdapat 4.522 lembaga pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta (Hakim & Pamungkas 2023). Namun, angka partisipasi kasar perguruan tinggi hanya 31,45 persen pada tahun 2023 (BPS 2023) walaupun Kemendikbudristek mengeklaim sempat meningkat menjadi 39,37 persen pada tahun 2022 (Putera 2023).

Angka ini masih di bawah rata-rata global sebesar 40 persen (UNESCO 2022), bahkan lebih rendah dibandingkan Malaysia (43 persen), Thailand (49,29 persen), dan Singapura (91,09 persen).

Salah satu hambatan dalam mencapai aksesibilitas perguruan tinggi di Indonesia adalah mahalnya biaya kuliah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya biaya operasional perguruan tinggi, termasuk gaji, pemeliharaan fasilitas, dan penyediaan teknologi. Selain itu, investasi infrastruktur dan fasilitas modern, seperti laboratorium, perpustakaan, dan gedung demi status akreditasi lebih tinggi tentunya tidak murah.

Hal ini menyebabkan biaya pendidikan di perguruan tinggi terus meningkat, bahkan tidak seimbang dengan peningkatan gaji masyarakat. Akibatnya, tidak semua orang tua dapat mengantarkan anaknya hingga lulus kuliah meskipun sudah menyiapkan dana pendidikan sejak dini.

Laju kenaikan biaya kuliah per tahun sekitar 1,3 persen untuk kampus negeri dan 6,96 persen untuk kampus swasta, mengalahkan laju kenaikan gaji pekerja lulusan SMA (3,8 persen) maupun sarjana (2,7 persen) (Wisanggeni 2022).

Gambarannya, tabungan orang tua yang memiliki gelar sarjana dan melahirkan bayi pada 2022 diperkirakan hanya cukup untuk membiayai kuliah anaknya selama 6 semester pada 2040 (Dzulfikar 2022).

Dampak buruk dari mahalnya biaya pendidikan tinggi adalah makin lebarnya kesenjangan sosial ekonomi karena terhambatnya akses masyarakat miskin untuk mengenyam perguruan tinggi. Banyak lulusan sekolah yang mengurungkan niat untuk melanjutkan pendidikannya karena khawatir dengan biaya yang tinggi.

Keterbatasan beasiswa pendidikan pemerintah menyadari pentingnya akses pendidikan tinggi dengan implementasi program beasiswa dan bantuan keuangan guna mendukung mahasiswa kurang mampu secara finansial. Beasiswa memiliki peran penting sebagai solusi dalam pemerataan pendidikan, salah satunya adalah Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang penerimanya saat ini mencapai 900 ribu mahasiswa menurut Presiden Jokowi (Ernis 2023).

Selain itu, program beasiswa LPDP disediakan bagi mahasiswa pascasarjana, penerimanya mencapai 45.496 orang sampai tahun 2023 (Santika 2024). Selain itu, banyak pula beasiswa yang diberikan universitas maupun lembaga swasta.

Faktanya, beasiswa yang banyak ini belum cukup karena jumlahnya masih di bawah angka kebutuhan generasi muda Indonesia. Contohnya, jumlah pendaftar KIP-K tahun 2020 sebanyak 689 ribu orang, naik menjadi 840 ribu orang pada tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat menjadi 941 ribu orang di tahun 2022 dan menjadi 946 ribu orang per 3 Agustus 2023. Terbatasnya ketersediaan beasiswa membuat persaingan untuk mendapatkannya sangat ketat sehingga mengakibatkan banyak mahasiswa gagal meskipun membutuhkannya.

Fakta lain, dampak resesi ekonomi membuat beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) periode Januari-September 2023, terdapat 42.277 orang yang terkena PHK di seluruh Indonesia (Ahdiat 2023). Jika orang tua mahasiswa termasuk korban PHK, maka tentu berakibat fatal bagi pembiayaan kuliah anaknya.

Pinjaman online bukan solusi beberapa pihak menawarkan jalan pintas untuk pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) dengan memberikan pinjaman pendidikan berbunga bagi mahasiswa. Program pinjaman online ini memiliki tenor cicilan pembayaran 1-12 bulan dengan hitungan bunga 10-20 persen dari total pinjaman yang harus dikembalikan 30 hari setelah dana diberikan.

Pengelola LPDP juga pernah mempertimbangkan untuk memberikan student loan dari Dana Abadi, tetapi mengurungkannya setelah mencermati potensi masalah yang terjadi dengan berkaca kepada negara lain. Student loan acapkali menyisakan utang yang mengganggu cashflow peminjamnya, bahkan hingga puluhan tahun setelah lulus kuliah (Pratama 2024).

Pinjaman pendidikan berbunga menjadi beban finansial bagi mahasiswa maupun lulusan. Pemberlakuan bunga membuat jumlah utang terus bertambah sehingga makin sulit untuk membayarnya. Hal ini akan memicu stres keuangan yang berdampak pada gangguan kesehatan mental sehingga meningkatkan risiko drop out (DO).

Jika mahasiswa tidak mampu membayar utangnya maka berisiko mengalami default sehingga masuk blacklist perusahaan. Lulusan akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sehingga utang tersebut menjadi lebih sulit dibayar. Akibatnya, tingkat pengangguran makin tinggi.

Penulis meyakini bahwa pinjaman dana pendidikan berbunga hanya menjadi masalah baru bagi mahasiswa. Umat Muslim telah diingatkan oleh Allah SWT bahwa orang yang memakan harta riba tidak akan mendapat kebaikan dan janji Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 276: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”

Solusi yang ditawarkan Islam bukan pinjaman berbunga yang termasuk ke dalam riba, melainkan sedekah dalam arti luas, berupa wakaf, zakat, atau infak yang dikenal dengan keuangan sosial Islam.

Peran keuangan sosial Islam (Islamic social finance/ISF) merupakan sektor keuangan Islam yang berfokus pada kegiatan zakat, sedekah, dan wakaf, juga berdasar gotong royong, seperti qardh hasan dan kafālah (Siregar & Marliyah 2023). Potensi keuangan sosial Islam masih belum sepenuhnya tergali dan dimanfaatkan secara maksimal.

Upaya dan inisiatif yang telah dilakukan masih menyisakan peluang besar untuk mengembangkan modelmodel pembiayaan berbasis prinsipprinsip syariat Islam.Wakaf dalam Islam sebagai sedekah jariah dapat menjadi sumber pendanaan berkelanjutan untuk pembiayaan pendidikan selain sebagai aset berupa lahan dan bangunan.

Universitas al-Azhar di Mesir merupakan bukti nyata pemanfaatan aset-aset wakaf produktif yang dimiliki oleh perguruan tinggi sehingga mampu mendanai operasionalnya sendiri sehingga hampir tidak ada biaya pendidikan yang dibebankan kepada mahasiswa, bahkan beasiswa diberikan kepada ribuan mahasiswa setiap tahun. Pondok Modern Darussalam Gontor di Ponorogo mampu menyediakan pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau sampai tingkat perguruan tinggi dan Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman di Bogor menggratiskan biaya pendidikan ribuan santri mulai SD sampai perguruan tinggi. Kedua lembaga pendidikan ini menjadi contoh sukses pengelolaan aset-aset wakaf produktif yang efektif di Indonesia.

Saat ini, konsep wakaf juga diserap menjadi endowment fund (dana abadi) pada kampus-kampus top dunia, dipraktikkan pertama kali oleh Lady Margaret Beaufort Countess of Richmond pada tahun 1502 di Universitas Oxford dan Cambridge. Dana Abadi digunakan untuk membiayai sarana-prasarana pendidikan, riset ilmu pengetahuan, teknologi, serta kemanusiaan, chaired professorship (guru besar), dan beasiswa (BWI 2022).

Hal ini menyebabkan beban biaya pendidikan menjadi berkurang bagi mahasiswa. Lima kampus top dunia yang memiliki dana abadi terbanyak adalah University of Texas System (69,2 miliar dolar AS), Stanford University (62,9 miliar dolar AS), Harvard University (53,2 miliar dolar AS), Yale University (44,6 miliar dolar AS), dan Massachusetts Institute of Technology (42,5 miliar dolar AS) (Karleen 2023).

Peran zakat perlu dioptimalkan sebagai penyokong pembiayaan UKT bagi mahasiswa kurang mampu melalui program beasiswa. Baznas menyelenggarakan program Beasiswa Cendekia yang telah membiayai 1422 orang.

Baznas (Bazis) DKI Jakarta telah memberikan Beasiswa Masa Depan Jakarta (MDJ) serta biaya pelunasan UKT bagi mahasiswa yang membutuhkan sejak tahun 2018, tercatat sebanyak 3.384 beasiswa telah disalurkan pada tahun 2022 (Zainuddin 2022). Hal ini perlu dicontoh oleh lembaga zakat lain agar meningkatkan penyaluran zakat untuk sektor pendidikan. Lembaga zakat juga disarankan bekerja sama dengan universitas dalam pengumpulan zakat, baik dari dosen maupun orang tua mahasiswa.

Infak dan sedekah dapat berperan sebagai jaring pengaman sosial skala kecil bagi mahasiswa yang kurang mampu. Universitas dapat menggalakkan pengumpulan infak dan sedekah dari dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, serta alumni secara rutin walaupun nominalnya kecil sebagai dana darurat.

Dana ini perlu dikelola secara baik dan transparan untuk membantu pelunasan UKT mahasiswa maupun menolong yang terkena musibah. Pengelolaannya lebih baik bekerja sama dengan lembaga Ziswaf profesional yang penggunaannya sudah disepakati bersama.

Keuangan Sosial Islam memiliki potensi sangat besar untuk membantu pengembangan dan pembiayaan pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi harus mulai memikirkan cara untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut dan tidak selalu mengandalkan UKT mahasiswa sebagai sumber utama dalam pembiayaan pendidikan. Wallahu ‘alam bishawab.