Biaya Kuliah dan Peran Keuangan Sosial Islam

Rubrik Iqtishodia Republika, Kamis 22 Februari 2024

Biaya Kuliah dan Peran Keuangan Sosial Islam

Dampak buruk dari mahalnya biaya pendidikan tinggi adalah makin lebarnya kesenjangan.

Ahmad Syahirul Alim, Muhammad Anhar

 

Pendidikan tinggi memainkan peran penting dalam upaya memberantas kemiskinan karena melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten dalam berbagai bidang. Hal itu menjadi alasan akan pentingnya perluasan aksesibilitas untuk pendidikan tinggi dalam upaya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan peluang yang setara bagi semua individu.

Akses pendidikan tinggi di Indonesia telah mengalami kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, terdapat 4.522 lembaga pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta (Hakim & Pamungkas 2023). Namun, angka partisipasi kasar perguruan tinggi hanya 31,45 persen pada tahun 2023 (BPS 2023) walaupun Kemendikbudristek mengeklaim sempat meningkat menjadi 39,37 persen pada tahun 2022 (Putera 2023).

Angka ini masih di bawah rata-rata global sebesar 40 persen (UNESCO 2022), bahkan lebih rendah dibandingkan Malaysia (43 persen), Thailand (49,29 persen), dan Singapura (91,09 persen).

Salah satu hambatan dalam mencapai aksesibilitas perguruan tinggi di Indonesia adalah mahalnya biaya kuliah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya biaya operasional perguruan tinggi, termasuk gaji, pemeliharaan fasilitas, dan penyediaan teknologi. Selain itu, investasi infrastruktur dan fasilitas modern, seperti laboratorium, perpustakaan, dan gedung demi status akreditasi lebih tinggi tentunya tidak murah.

Hal ini menyebabkan biaya pendidikan di perguruan tinggi terus meningkat, bahkan tidak seimbang dengan peningkatan gaji masyarakat. Akibatnya, tidak semua orang tua dapat mengantarkan anaknya hingga lulus kuliah meskipun sudah menyiapkan dana pendidikan sejak dini.

Laju kenaikan biaya kuliah per tahun sekitar 1,3 persen untuk kampus negeri dan 6,96 persen untuk kampus swasta, mengalahkan laju kenaikan gaji pekerja lulusan SMA (3,8 persen) maupun sarjana (2,7 persen) (Wisanggeni 2022).

Gambarannya, tabungan orang tua yang memiliki gelar sarjana dan melahirkan bayi pada 2022 diperkirakan hanya cukup untuk membiayai kuliah anaknya selama 6 semester pada 2040 (Dzulfikar 2022).

Dampak buruk dari mahalnya biaya pendidikan tinggi adalah makin lebarnya kesenjangan sosial ekonomi karena terhambatnya akses masyarakat miskin untuk mengenyam perguruan tinggi. Banyak lulusan sekolah yang mengurungkan niat untuk melanjutkan pendidikannya karena khawatir dengan biaya yang tinggi.

Keterbatasan beasiswa pendidikan pemerintah menyadari pentingnya akses pendidikan tinggi dengan implementasi program beasiswa dan bantuan keuangan guna mendukung mahasiswa kurang mampu secara finansial. Beasiswa memiliki peran penting sebagai solusi dalam pemerataan pendidikan, salah satunya adalah Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang penerimanya saat ini mencapai 900 ribu mahasiswa menurut Presiden Jokowi (Ernis 2023).

Selain itu, program beasiswa LPDP disediakan bagi mahasiswa pascasarjana, penerimanya mencapai 45.496 orang sampai tahun 2023 (Santika 2024). Selain itu, banyak pula beasiswa yang diberikan universitas maupun lembaga swasta.

Faktanya, beasiswa yang banyak ini belum cukup karena jumlahnya masih di bawah angka kebutuhan generasi muda Indonesia. Contohnya, jumlah pendaftar KIP-K tahun 2020 sebanyak 689 ribu orang, naik menjadi 840 ribu orang pada tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat menjadi 941 ribu orang di tahun 2022 dan menjadi 946 ribu orang per 3 Agustus 2023. Terbatasnya ketersediaan beasiswa membuat persaingan untuk mendapatkannya sangat ketat sehingga mengakibatkan banyak mahasiswa gagal meskipun membutuhkannya.

Fakta lain, dampak resesi ekonomi membuat beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) periode Januari-September 2023, terdapat 42.277 orang yang terkena PHK di seluruh Indonesia (Ahdiat 2023). Jika orang tua mahasiswa termasuk korban PHK, maka tentu berakibat fatal bagi pembiayaan kuliah anaknya.

Pinjaman online bukan solusi beberapa pihak menawarkan jalan pintas untuk pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) dengan memberikan pinjaman pendidikan berbunga bagi mahasiswa. Program pinjaman online ini memiliki tenor cicilan pembayaran 1-12 bulan dengan hitungan bunga 10-20 persen dari total pinjaman yang harus dikembalikan 30 hari setelah dana diberikan.

Pengelola LPDP juga pernah mempertimbangkan untuk memberikan student loan dari Dana Abadi, tetapi mengurungkannya setelah mencermati potensi masalah yang terjadi dengan berkaca kepada negara lain. Student loan acapkali menyisakan utang yang mengganggu cashflow peminjamnya, bahkan hingga puluhan tahun setelah lulus kuliah (Pratama 2024).

Pinjaman pendidikan berbunga menjadi beban finansial bagi mahasiswa maupun lulusan. Pemberlakuan bunga membuat jumlah utang terus bertambah sehingga makin sulit untuk membayarnya. Hal ini akan memicu stres keuangan yang berdampak pada gangguan kesehatan mental sehingga meningkatkan risiko drop out (DO).

Jika mahasiswa tidak mampu membayar utangnya maka berisiko mengalami default sehingga masuk blacklist perusahaan. Lulusan akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sehingga utang tersebut menjadi lebih sulit dibayar. Akibatnya, tingkat pengangguran makin tinggi.

Penulis meyakini bahwa pinjaman dana pendidikan berbunga hanya menjadi masalah baru bagi mahasiswa. Umat Muslim telah diingatkan oleh Allah SWT bahwa orang yang memakan harta riba tidak akan mendapat kebaikan dan janji Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 276: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”

Solusi yang ditawarkan Islam bukan pinjaman berbunga yang termasuk ke dalam riba, melainkan sedekah dalam arti luas, berupa wakaf, zakat, atau infak yang dikenal dengan keuangan sosial Islam.

Peran keuangan sosial Islam (Islamic social finance/ISF) merupakan sektor keuangan Islam yang berfokus pada kegiatan zakat, sedekah, dan wakaf, juga berdasar gotong royong, seperti qardh hasan dan kafālah (Siregar & Marliyah 2023). Potensi keuangan sosial Islam masih belum sepenuhnya tergali dan dimanfaatkan secara maksimal.

Upaya dan inisiatif yang telah dilakukan masih menyisakan peluang besar untuk mengembangkan modelmodel pembiayaan berbasis prinsipprinsip syariat Islam.Wakaf dalam Islam sebagai sedekah jariah dapat menjadi sumber pendanaan berkelanjutan untuk pembiayaan pendidikan selain sebagai aset berupa lahan dan bangunan.

Universitas al-Azhar di Mesir merupakan bukti nyata pemanfaatan aset-aset wakaf produktif yang dimiliki oleh perguruan tinggi sehingga mampu mendanai operasionalnya sendiri sehingga hampir tidak ada biaya pendidikan yang dibebankan kepada mahasiswa, bahkan beasiswa diberikan kepada ribuan mahasiswa setiap tahun. Pondok Modern Darussalam Gontor di Ponorogo mampu menyediakan pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau sampai tingkat perguruan tinggi dan Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman di Bogor menggratiskan biaya pendidikan ribuan santri mulai SD sampai perguruan tinggi. Kedua lembaga pendidikan ini menjadi contoh sukses pengelolaan aset-aset wakaf produktif yang efektif di Indonesia.

Saat ini, konsep wakaf juga diserap menjadi endowment fund (dana abadi) pada kampus-kampus top dunia, dipraktikkan pertama kali oleh Lady Margaret Beaufort Countess of Richmond pada tahun 1502 di Universitas Oxford dan Cambridge. Dana Abadi digunakan untuk membiayai sarana-prasarana pendidikan, riset ilmu pengetahuan, teknologi, serta kemanusiaan, chaired professorship (guru besar), dan beasiswa (BWI 2022).

Hal ini menyebabkan beban biaya pendidikan menjadi berkurang bagi mahasiswa. Lima kampus top dunia yang memiliki dana abadi terbanyak adalah University of Texas System (69,2 miliar dolar AS), Stanford University (62,9 miliar dolar AS), Harvard University (53,2 miliar dolar AS), Yale University (44,6 miliar dolar AS), dan Massachusetts Institute of Technology (42,5 miliar dolar AS) (Karleen 2023).

Peran zakat perlu dioptimalkan sebagai penyokong pembiayaan UKT bagi mahasiswa kurang mampu melalui program beasiswa. Baznas menyelenggarakan program Beasiswa Cendekia yang telah membiayai 1422 orang.

Baznas (Bazis) DKI Jakarta telah memberikan Beasiswa Masa Depan Jakarta (MDJ) serta biaya pelunasan UKT bagi mahasiswa yang membutuhkan sejak tahun 2018, tercatat sebanyak 3.384 beasiswa telah disalurkan pada tahun 2022 (Zainuddin 2022). Hal ini perlu dicontoh oleh lembaga zakat lain agar meningkatkan penyaluran zakat untuk sektor pendidikan. Lembaga zakat juga disarankan bekerja sama dengan universitas dalam pengumpulan zakat, baik dari dosen maupun orang tua mahasiswa.

Infak dan sedekah dapat berperan sebagai jaring pengaman sosial skala kecil bagi mahasiswa yang kurang mampu. Universitas dapat menggalakkan pengumpulan infak dan sedekah dari dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, serta alumni secara rutin walaupun nominalnya kecil sebagai dana darurat.

Dana ini perlu dikelola secara baik dan transparan untuk membantu pelunasan UKT mahasiswa maupun menolong yang terkena musibah. Pengelolaannya lebih baik bekerja sama dengan lembaga Ziswaf profesional yang penggunaannya sudah disepakati bersama.

Keuangan Sosial Islam memiliki potensi sangat besar untuk membantu pengembangan dan pembiayaan pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi harus mulai memikirkan cara untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut dan tidak selalu mengandalkan UKT mahasiswa sebagai sumber utama dalam pembiayaan pendidikan. Wallahu ‘alam bishawab.

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *